BUDIDAYA NILAM PRODUKSI 1 TON NILAM KERING


PRIA yang berdomisili di Desa Tanjung Lapang (Malinau Barat) ini bertekad mengembangkan nilam di Malinau karena berbagai faktor. 

Diantaranya lahan di Malinau dinilai sangat subur untuk ditumbuhi nilam walaupun tanpa pupuk, di samping masih banyaknya lahan yang kosong. 

Selain itu budidaya nilam ini juga sangat mudah untuk dilakukan setiap orang lantaran hanya batangnya saja yang ditanam. 

"Budidaya nilam ini sebenarnya sangat cocok untuk usaha rumah tangga karena tidak banyak menyita waktu. Dalam penggarapannya, bisa dilakukan dengan sistem tumpang sari seperti ditanami jagung dan lainnya," kata Zainal Arifin yang lebih akrab disapa Bapak Dalbo ini. 

Selama lebih kurang setahun ini menekuni budidaya nilam, pria paruh banyak yang tinggal di seberang Jalan Lapangan Sepak Bola Borneo Tanjung Lapang ini mengaku terinsipirasi mengembangkan tanaman nilam setelah membaca buku dan melihat tayangan TVRI. 

Kemudian pertengahan tahun 2006 lalu H Dalbo mulai menanam nilam dari benih yang diambilnya dari PT inhutani. Sedikit demi sedikit bibit yang dijadikan sebagai bahan baku utama kosmetik dan parfum ini dikumpulkan dan ditanam di sekitar rumahnya sehingga kini sudah menjadi sekitar 25 ribuan bibit. 

"Saya juga sudah menanam sekitar 8 ribu bibit di lahan seluas satu hektare. Sekarang sudah ada 1 ton nilam kering", tutur mantan karyawan PT Inhutani II di Malinau ini. 

Dari satu ton nilam kering ini, ia merencanakan akan mengirimnya ke Surabaya. 

Dalam usaha perkebunan budidaya nilam ia mengaku mengeluarkan modal perdana dan usaha sendiri dari hasil menjual ikan lele senilai Rp 2,5 juta. Saat ini ia mengaku menghabiskan sekitar Rp 25 juta untuk biaya perawatan, pembelian polibek dan yang lainnya. 

"Beberapa waktu lalu kandungan minyaknya sempat dikirim ke Surabaya untuk dijadikan sampel pemeriksaan di laboratorium. Hasilnya masih menduduki kualitas nomor dua dari semua minyak nilam yang ada," ujar pria yang memiliki pohon jari 1.200 pokok dan saat ini kemungkinan sudah berdiameter sekitar 20 hingga 30 CM. 

Kini pria yang sudah menetap di Kabupaten Malinau sejak 1969 silam tersebut berupaya mendatangkan mesin penyuling minyak nilam dari Surabaya. Jika tidak ada halangan dan kendala yang berarti, mesin penyuling dengan kisaran harga Rp 52 juta tersebut diperkirakan sampai di Malinau pada Agustus mendatang. 

Mesin ini diperkirakan mampu memproduksi antara 4 hingga 5 kuintal nilam kering sekali suling.

Dijelaskan, masa produktif tanaman nilam ini hanya bertahan selama 2 tahun. Setelah itu akan mati. Namun, selama dua tahun tersebut, pembudidaya sudah mampu panen beberapa kali. 

Panen pertama dapat dilakukan pada usia lima bulan pertama dan memproduksi 1 ton per hektare. Panen kedua sekitar 1,5 ton nilam kering, panen ketiga sebanyak 2 hingga 3 ton sampai panen kelima terus mengalami peningkatan. Pada masa panen keenam diperkirakan mengalami penurunan produksi seiring dengan usia induk tanaman nilam. 

DIKUTIP DARI KALTIM POST
LihatTutupKomentar